MUDIK DAN DAMPAK NEGATIFNYA
Mudik adalah suatu fenomena unik yang ada di Indonesia,biasanya dilakukan oleh penduduk yang berkerja di daerah perkotaan untuk pulang kekampung halamannya untuk sekedar bersilahturahmi dengan sanak saudara di kampung yang terjadi satu tahun sekali pada saat hari raya Idul fitri, natal ataupun tahun baru. tradisi pulang ke desa untuk sementara waktu ini dianggap membawa simbol-simbol tersendiri, khususnya bagi perantau. Selain sarat dengan ranah sosial dan religius, mudik identik dengan fenomena ekonomi. Pulang kampung adalah taruhan keberhasilan pemudik.
Akan ada rasa malu jika mudik dengan tangan kosong. Maka, kita lihat, banyak perantau yang sudah berhasil atau tidak sengaja memoles dirinya dengan simbol-simbol peningkatan status ekonomi. Namun, penonjolan status tersebut membawa efek lanjutan bagi penduduk perdesaan bahwa kota adalah jalan menuju kehidupan lebih baik.
v LATAR BELAKANG
Mengapa mudik dapat terjadi ?
· Karena tradisi lebaran / idul fitri yang mempunyai pesan saling memaafkan di hari kemenangan itu, antara sanak saudara atau kerabat terdekat
· Rindu kampung halaman karena seseorang yang bekerja jauh dari sanak saudara atau kerabat
· Selain itu ada factor lain yaitu efek libur nasional yang sangat lama biasanya satu minggu.
v PENGERTIAN MUDIK ATAU PULANG KAMPUNG
Mudik atau pulang kampung dapat diartikan sebagai pergerakan manusia yang sangat banyak dari perkotaan ke daerah daerah /desa desa asal mereka tinggal,untuk bertemu kerluarganya .
Atau pengertian lain libur masal warga kota kota besar yang pergi ke daerah asal mereka dan kegiatannya dilakukan menjelang hari raya idul fitri , natal , tahun baru.
Dari pengertian mudik diatas, mudik dapat menimbulkan kerugian dalam kegiatan perekonomian kita, oleh karena itu makalah ini dapat memberikan gambaran bahwa mudik dapat berpengaruh besar terhadap kegiatan perekonomian di Negara kita walaupun hanya berlangsung selama satu minggu sampai dua minggu dalam satu tahun.
Dampak Negatif Mudik
Pembangunan perekonomian di Indonesia belum menuai hasil yang maksimal , hal ini terbukti banyaknya para pemudik mengapa demikian ?
Karena pembangunan di Indonesia tidak di imbangi dengan pemerataan akibatnya banyak orang yang bekerja di Ibukota Negara yaitu di daerah Jakarta, karena lapangan pekerjaan banyak berada di ibukota dan di daerah orang sulit mendapatkan pekerjaan karena sedikitnya lapangan pekerjaan dari pada di ibukota, padahal pekerjaan sangatlah penting untuk menopang biaya hidup yang kian hari kian berat karena naiknya harga harga kebutuhan hidup, dan pemerintah kurang memperhatikan hal itu akibatnya pemerataan penduduk tidak berhasil , sebagai contoh banyaknya penduduk Indonesia yang mencari peruntungan di Ibukota atau kota kota besar padahal banyak dari mereka tidak atau belum mempunyai skill untuk bekerja di kota biasanya di sektor industri atau yang lainnya dan itu mengakibatkan banyak pengangguran , dari pengangguran dalam menimbulkan kriminalitas kriminalitas terjadi karena desakan kebutuhan hidup. Melihat banyaknya orang yang berbondong-bondong mudik,
sebenarnya sekaligus menelanjangi fakta kesenjangan antara desa dan kota. Ini tak terlepas dari adanya dikotomi pemahaman yang terdistorsi tentang makna maju dan tertinggal. Pembangunan yang lebih menitikberatkan pada perkotaan kemudian secara tidak sengaja menimbulkan anggapan bahwa kota adalah lambang kemakmuran dan perdesaan sebagai simbol keterbelakangan. Padahal, belum tentu seseorang tidak bisa sukses di desa.
Desa kemudian menjadi anak tiri pembangunan sehingga jarang mendapat sentuhan perhatian kasih sayang pemerintah. Kota lalu menjelma menjadi surga pemikat yang menjanjikan kemapanan ekonomi. Tahun 2008, dunia mencatat lembaran sejarah baru. Untuk pertama kalinya lebih dari separuh (3,3 miliar) penduduk di muka bumi hidup di wilayah perkotaan. Pertumbuhan populasi yang pesat ini terutama terjadi di negara berkembang (State of World Population 2007).
Karena pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, timbul fenomena urbanisasi. Perpindahan penduduk desa ke kota ini kemudian dijembatani pemudik yang pulang kampung. Tak jarang kita lihat, pemudik kemudian membawa sanak saudaranya untuk mengais rezeki di kota. Penduduk desa kemudian terpesona kemilau kota yang melekat dalam diri rekan-rekannya yang merantau di kota. Berdasarkan data sensus penduduk 1980, 1990, dan 2000, dapat dihitung proporsi tingkat keurbanan di Indonesia yang relatif mengalami peningkatan. Secara nasional, terjadi peningkatan berturut-turut sebanyak 22,3% pada 1980, menjadi 30,9% pada 1990, meningkat 34,3% pada 1994, dan menjadi 42,0% pada 2000. Data tersebut menggambarkan bahwa selama dua puluh tahun terakhir, peningkatan presentase penduduk kota mencapai lebih dari 163% secara nasional, yaitu dari jumlah penduduk kota 32,845 juta jiwa pada 1980 menjadi 86,40 juta jiwa pada 2000 atau secara proporsi dari 22,3% pada 1980 menjadi 42,0% pada 2000. (Litbang Ketransmigrasian, 2003).
Selama desa tidak dianggap menarik sebagai penjamin kesejahteraan, urbanisasi akan terus terjadi. Dengan adanya otonomi daerah sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk merestrukturisasi sentralisme pembangunan kota. Pemerintah harus mengubah image dan stigma desa menjadi daerah yang berbeda dengan kota dari segi spesialisasi. Karena kebanyakan motif urbanisasi adalah ekonomi, desa juga harus bisa membendung urbanisasi melalui penyediaan lapangan kerja dan sumber-sumber ekonomi. Desa yang dikelola melalui potensi perdesaan yang menjanjikan pendapatan tinggi akan meminimalisasi urbanisasi.
Pemerataan pembangunan jika diartikan sebagai menjiplak kota ke desa sangatlah sulit dilakukan. Untuk menyiasatinya kita bisa melakukan segregasi yang berarti konsentrasi suatu tipe kelompok orang atau kegiatan tertentu pada suatu wilayah tertentu. Kota tidak harus menjadi pusat segalanya, namun harus membagi pusat-pusat kegiatan yang bisa dibangun di desa. Semisal daerah hunian, pariwisata, perhotelan, pusat-pusat perdagangan pertanian yang tidak boleh dimonopoli oleh kota sehingga penyebaran pusat-pusat aktivitas menjadi lebih merata.
Di samping itu, salah satu penyebab desa tidak menjadi tujuan investasi adalah pembangunan infrastruktur yang minim. Untuk mendukung pusat-pusat aktivitas tadi, infrastruktur seperti jalan, air bersih, transportasi, jembatan, listrik harus dipersiapkan.Kota juga harus memiliki manajemen urbanisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar